Sabtu, 23 Agustus 2014
Terapi Autisma Berasrama “Bunda Bening”
Ketika Sekolah Luar Biasa (SLB) mendidik anak-anak yang memiliki keterbelakangan dengan terpaku pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khusus untuk SLB, di Kabupaten Bandung, tepatnya di daerah Cileunyi Wetan berdiri sebuah yayasan khusus untuk anak-anak autisma, tanpa tergantung pada KTSP.
Yayasan yang bernama “Sekolah Khusus Autisma Bunda Bening Selakshahati” ini adalah satu-satunya sekolah berbentuk yayasan di Bandung yang menangani anak-anak autisma dengan cara terapi dan diasramakan.
Saat ini, Sekolah Khusus Autisma ini berada di bawak kaki gunung Manglayang, tepatnya di Kampung Cibiru beet hilir RT 05/ RW 13, Desa Cileunyi Wetan Kabupaten Bandung. Udara yang masih bersih, sejuk, serta jauh dari kebisingan jalan raya menjadi suasana yang membuat anak-anak merasa nyaman untuk berinteraksi langsung dengan lingkungannya.
Sudah hampir tiga tahun sekolah ini berada di perkampungan yang ramah lingkungan. Pepohonan hijau membuat suasana menjadi sejuk, dan tepat untuk menenangkan diri. Tak jarang para mahasiswa dari berbagai kampus datang untuk mengenal anak-anak autistik sekaligus merasakan kesejukan udara yang masih asli.
Alam Muhammad Ferdiansyah (21) sebagai seorang terapis di sekolah tersebut mengatakan bahwa lingkungan yang seperti itu cocok untuk terapi anak-anak yang memiliki gangguan perkembangan seperti murid-muridnya. “Polusi yang tinggi serta kebisingan perkotaan, jelek untuk perkembangan anak khususnya anak-anak yang anti sosial,” ujar Alam.
Sebenarnya dulu sekolah ini ada di Jatinangor, Sumedang. Namun, letaknya yang berada diantara apartment, mall, dan dekat dengan jalan raya membuat pemilik yayasan memiliki kekhawatiran tersendiri terhadap proses tumbuh kembang anak didiknya.
“Hawanya yang panas, dilengkapi dengan kebisingan jalan raya membuat anak-anak susah tidur dan susah berinteraksi dengan lingkungan,” ujar pemilik yayasan yang akrab dipanggil Bunda Bening ini.
Saat ini Bunda Bening memiliki 20 anak autistik yang menjalani terapi di yayasannya. Satu bangunan sekolah dan dua bangunan asrama yang terpisah menjadi rumah dan tempat bermain anak-anak disana.
Semenjak berdiri sampai sekarang, Bunda Bening mengatakan bahwa sudah lebih dari 100 anak autistik terdaftar di yayasannya. Namun karena tingkat gangguan perkembangan yang berbeda, banyak anak yang sudah normal dan dibawa pulang oleh orangtuanya.
Mayoritas siswa yang tinggal di yayasan ini berasal dari Jakarta dan Bandung. Namun, tak sedikit juga anak-anak yang berasal dari luar pulau dititipkan oleh orangtuanya disana. Ada segelintir anak yang datang dari Lampung, Kalimantan, Padang, bahkan ada keturunan Arab yang menjalani terapi perilaku di yayasan ini.
Sistim pengajaran di sekolah autisma ini adalah satu guru menangani satu murid. Dibantu dengan terapis - terapis yang berpengalaman dalam menangani anak - anak autistik. Tapi, apabila keadaannya sudah membaik dan otaknya sudah tenang, mereka juga bisa belajar bersama-sama.
Adapun kurikulum yang digunakan sebagai acuan adalah kurikulum Diknas PLB yang dipadukan dengan Metoda tata laksana ABA / Lovvas. Kurikulum tersebut dipilih karena memang sampai saat ini belum ada kurikulum khusus buat anak autis.
Menariknya, anak-anak ini ternyata memiliki insting yang kuat apalagi dalam hal waktu. Setiap harinya mereka memiliki jadwal khusus untuk sekolah, makan, ibadah, tidur, terapi, mandi, dan yang lainnya. Tanpa melihat jam, mereka selalu saja hafal waktu dimana mereka harus melakukan sesuatu.
Ketika adzan subuh berkumandang, mereka sudah bangun dan bersiap-siap untuk melakukan shalat berjamaah. Mereka hafal bacaan shalat dan doa-doa pendek karena hampir setiap hari para terapis mengajarkan hal itu kepada mereka. Mereka sekolah dari pagi sampai sore, dan dijejali pelajaran-pelajaran ataupun terapi yang dilakukan oleh terapis khusus masing-masing.
Tapi jika waktu libur tiba, mereka diberi waktu untuk tidur siang dan bermain bersama di asrama. Tetapi tetap saja, setiap hari mereka harus melakukan terapi okupasi, sensorik, dan yang utama yaitu terapi perilaku. Setelah melewati aktifitas yang cukup padat setiap harinya, mereka wajib tidur pada jam 8 malam.
Menurut Alam, proses normalisasi anak-anak autistik memang sulit karena autis bukanlah sebuah penyakit. Karena itulah terapi yang dilakukan mengutamakan terapi perilaku dengan maksud memperbaiki kerusakan otak secara perlahan.
Namun sejauh ini, Sekolah Khusus Autisma Bunda Bening Selakshahati berhasil membuat beberapa siswanya normal seperti anak-anak normal yang lainnya. Beberapa siswanya sudah ada yang dibawa pulang oleh orangtuanya dan bisa melanjutkan sekolah di tingkat pendidikan yang sama dengan yang lainnya.
Sebagian dari mereka ada yang sudah sekolah di Sekolah Dasar Negeri bahkan ada yang sudah duduk di bangku kuliah dan bisa berinteraksi dengan baik di lingkungan normal. “Ada yang sudah kuliah di ITB, bahkan ada yang sudah kerja jadi akuntan internasional,” ujar Bunda Bening.
Kenapa Sekolah Khusus Autisma?
Dulu, sekolah ini belum berbentuk yayasan dengan siswa autistik yang baru satu orang. Bahkan sebelum itu, tepatnya sejak tahun 2001 Bunda Bening (44) hanya menangani anak-anak yang tunawicara serta anak-anak yang mengalami kesulitan belajar , tanpa diasramakan.
Berangkat dari rasa tak tega melihat anak-anak autistik dipandang sebelah mata oleh orang lain, bahkan sampai disembunyikan keberadaannya oleh orangtuanya sendiri, Bunda Bening akhirnya berani membuat sebuah sekolah khusus untuk anak autisma secara mandiri, tanpa tergantung sama pihak lain termasuk pemerintah.
Dengan kemandirian ini, ia tak pernah merasa kekurangan. Meski harus memikirkan keberlangsungan hidup anak didiknya sendirian tanpa bantuan dari pemerintah terkait, ia tetap merasa bahagia dan bangga bisa memahami dan mengurus anak-anak yang kadang dipandang sebelah mata oleh orang lain.
Berawal dari membuat sebuah blog yang berisi profil, visi misi, serta proses normalisasi akhirnya sekolah ini dikenal oleh beberapa orang. “Mungkin karena orang tua mereka searching di internet tentang terapi anak autis dan saling bertukar informasi, akhirnya banyak yang datang kesini mendaftarkan anaknya,” ujar Alam.
Bunda bening mengatakan bahwa anak-anak autistik kebanyakan disembunyiin sama orangtuanya. Tapi sekarang ceritanya sudah berbeda, karena para orangtua anak autis semakin terbuka.”Alhamdulillah kesadaran orang tua mereka sudah tinggi, sudah menyadari bahwa anak mereka juga memiliki hak yang sama dengan yang lainnya,” kata Bunda Bening.
Mendirikan sebuah yayasan untuk terapi penyandang autis memang keinginan Bunda Bening sejak dulu. Latar belakang pendidikan S1 Pendidikan Agama Islam tak membuatnya putus harapan untuk mewujudkan keinginannya tersebut. Sebisa mungkin ia berusaha memanage keuangan dengan baik, demi mendatangkan terapis-terapis yang sudah berkompeten di bidangnya.
Kampung Ramah Autis
Mimpi terbesar bunda bening saat ini adalah memiliki sebuah kampung khusus untuk anak-anak autistik. Disana mereka berinteraksi dengan alam bebas serta lingkungan yang masih asli. Dan jika mimpi itu terwujud, kampung tersebut akan diberi nama “Kampung Ramah Autis”.
Saat ini bunda bening tengah menyicil sebuah tanah seluas 1 Hektare yang berisi vila di Jampang Tengah, Sukabumi. Menurutnya, suasana vila yang berada di pegunungan, serta diapit oleh hamparan pesawahan dan perkebunan membuat ia tertarik hatinya untuk pindah kesana.
Ia yakin bahwa suatu saat anak-anak autistik dan keluarganya bisa hidup di kampung ramah autis tersebut. “Mereka bisa berkreasi, menghasilkan mahakarya luar biasa yang akan menghidupi mereka kelak,” katanya.
Letaknya yang berada didekat sumber mata air membuat Bunda Bening merasa bahwa disana segalanya akan menjadi milik anak autistik.”Hembusan angin milik kita, air milik kita, sungai milik kita, dan hamparan tanah yang luas juga akan menjadi milik kita,” ujar Bunda Bening.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa suatu saat nanti anak-anak autistik yang diasuh olehnya akan sukses di kampung ramah autis tersebut. Keyakinan tersebut diperkuat dengan dukungan para orangtua anak-anak. Menurutnya, 98 persen orangtua anak mendukung niatnya untuk pindah ke Jampang dan membangun perkampungan khusus untuk anak autis.
Bunda Bening yakin bahwa setiap anak memiliki potensi yang sama, termasuk anak-anak autistik yang diterapi olehnya. Karena itulah dengan doa serta usaha berupa terapi yang berulang-ulang, ia yakin semua anak penyandang autis bisa normal dengan perlahan.
Menyinggung soal tindakan dari pemerintah, ia mengatakan bahwa pemerintah Indonesia berkewajiban melindungi anak Indonesia. Hal ini tercermin dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 44. Demikian pula pada UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 133 dan 139, yang mengamanahkan upaya perlindungan dan peningkatan kesehatan bagi anak dengan disabilitas atau anak berkebutuhan khusus (ABK) termasuk anak autisme.
“Jika pemerintah tak mampu menangani anak-anak autistik di Indonesia, kelak Bunda siap menampung anak-anak tersebut di kampung ramah autis,” kata Bunda Bening dengan nada yang penuh semangat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
jika boleh tau berapa biayanya?
BalasHapusMa'af Bunda anak mulai umur brp yg bisa diterima dan apa non muslim juga bisa dan brp biayanya ? Thx
BalasHapusMa'af Bunda anak mulai umur brp yg bisa diterima dan apa non muslim juga bisa dan brp biayanya ? Thx
BalasHapus