Sabtu, 23 Agustus 2014

Terapi Autisma Berasrama “Bunda Bening”




Ketika Sekolah Luar Biasa (SLB) mendidik anak-anak yang memiliki keterbelakangan dengan terpaku pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khusus untuk SLB, di Kabupaten Bandung, tepatnya di daerah Cileunyi Wetan berdiri sebuah yayasan khusus untuk anak-anak autisma, tanpa tergantung pada KTSP.

Yayasan yang bernama “Sekolah Khusus Autisma  Bunda Bening Selakshahati” ini adalah satu-satunya sekolah berbentuk yayasan di Bandung yang menangani anak-anak autisma dengan cara terapi dan diasramakan.

Saat ini, Sekolah Khusus Autisma ini berada di bawak kaki gunung Manglayang, tepatnya di Kampung Cibiru beet hilir RT 05/ RW 13, Desa Cileunyi Wetan Kabupaten Bandung. Udara yang masih bersih, sejuk, serta jauh dari kebisingan jalan raya menjadi suasana yang membuat anak-anak merasa nyaman untuk berinteraksi langsung dengan lingkungannya.

Sudah hampir tiga tahun sekolah ini berada di perkampungan yang ramah lingkungan. Pepohonan hijau membuat suasana menjadi sejuk, dan tepat untuk menenangkan diri. Tak jarang para mahasiswa dari berbagai kampus datang untuk mengenal anak-anak autistik sekaligus merasakan kesejukan udara yang masih asli.

Alam Muhammad Ferdiansyah (21) sebagai seorang terapis di sekolah tersebut mengatakan bahwa lingkungan yang seperti itu cocok untuk terapi anak-anak yang memiliki gangguan perkembangan seperti murid-muridnya. “Polusi yang tinggi serta kebisingan perkotaan, jelek untuk perkembangan anak khususnya anak-anak yang anti sosial,” ujar Alam.

Sebenarnya dulu sekolah ini ada di Jatinangor, Sumedang. Namun, letaknya yang berada diantara apartment, mall, dan dekat dengan jalan raya membuat pemilik yayasan  memiliki kekhawatiran tersendiri terhadap proses tumbuh kembang anak didiknya.

“Hawanya yang panas, dilengkapi dengan kebisingan jalan raya membuat anak-anak susah tidur dan susah berinteraksi dengan lingkungan,” ujar pemilik yayasan yang akrab dipanggil Bunda Bening ini.

Saat ini Bunda Bening memiliki 20 anak autistik yang menjalani terapi di yayasannya. Satu bangunan sekolah dan dua bangunan asrama yang terpisah menjadi rumah dan tempat bermain anak-anak disana.

Semenjak berdiri sampai sekarang, Bunda Bening mengatakan bahwa sudah lebih dari 100 anak autistik terdaftar di yayasannya. Namun karena tingkat gangguan perkembangan yang berbeda, banyak anak yang sudah normal dan dibawa pulang oleh orangtuanya.

Mayoritas siswa yang tinggal di yayasan ini berasal dari Jakarta dan Bandung. Namun, tak sedikit juga anak-anak yang berasal dari luar pulau dititipkan oleh orangtuanya disana. Ada segelintir anak yang datang dari Lampung, Kalimantan, Padang, bahkan ada keturunan Arab yang menjalani terapi perilaku di yayasan ini.

Sistim pengajaran  di sekolah autisma ini adalah satu guru menangani  satu murid. Dibantu dengan terapis - terapis  yang berpengalaman dalam  menangani anak - anak autistik. Tapi, apabila keadaannya sudah membaik dan otaknya sudah tenang, mereka juga bisa belajar bersama-sama.

Adapun kurikulum yang digunakan sebagai acuan adalah kurikulum Diknas PLB yang dipadukan dengan Metoda  tata laksana ABA / Lovvas. Kurikulum tersebut dipilih karena memang sampai saat ini belum ada kurikulum khusus buat anak autis.

Menariknya, anak-anak ini ternyata memiliki insting yang kuat apalagi dalam hal waktu. Setiap harinya mereka memiliki jadwal khusus untuk sekolah, makan, ibadah, tidur, terapi, mandi, dan yang lainnya. Tanpa melihat jam, mereka selalu saja hafal waktu dimana mereka harus melakukan sesuatu.

Ketika adzan subuh berkumandang, mereka sudah bangun dan bersiap-siap untuk melakukan shalat berjamaah. Mereka hafal bacaan shalat dan doa-doa pendek karena hampir setiap hari para terapis mengajarkan hal itu kepada mereka. Mereka sekolah dari pagi sampai sore, dan dijejali pelajaran-pelajaran ataupun terapi yang dilakukan oleh terapis khusus masing-masing.

Tapi jika waktu libur tiba, mereka diberi waktu untuk tidur siang dan bermain bersama di asrama. Tetapi tetap saja, setiap hari mereka harus melakukan terapi okupasi, sensorik, dan yang utama yaitu terapi perilaku. Setelah melewati aktifitas yang cukup padat setiap harinya, mereka wajib tidur pada jam 8 malam.

Menurut Alam, proses normalisasi anak-anak autistik memang sulit karena autis bukanlah sebuah penyakit. Karena itulah terapi yang dilakukan mengutamakan terapi perilaku dengan maksud memperbaiki kerusakan otak secara perlahan.

Namun sejauh ini, Sekolah Khusus Autisma  Bunda Bening Selakshahati berhasil membuat beberapa siswanya normal seperti anak-anak normal yang lainnya. Beberapa siswanya sudah ada yang dibawa pulang oleh orangtuanya dan bisa melanjutkan sekolah di tingkat pendidikan yang sama dengan yang lainnya.

Sebagian dari mereka ada yang sudah sekolah di Sekolah Dasar Negeri bahkan ada yang sudah duduk di bangku kuliah dan bisa berinteraksi dengan baik di lingkungan normal. “Ada yang sudah kuliah di ITB, bahkan ada yang sudah kerja jadi akuntan internasional,” ujar Bunda Bening.

Kenapa Sekolah Khusus Autisma?

Dulu, sekolah ini belum berbentuk yayasan dengan siswa autistik yang baru satu orang. Bahkan sebelum itu, tepatnya sejak tahun 2001 Bunda Bening (44) hanya menangani anak-anak yang tunawicara serta anak-anak yang mengalami kesulitan belajar , tanpa diasramakan.

Berangkat dari rasa tak tega melihat anak-anak autistik dipandang sebelah mata oleh orang lain, bahkan sampai disembunyikan keberadaannya oleh orangtuanya sendiri, Bunda Bening akhirnya berani membuat sebuah sekolah khusus untuk anak autisma secara mandiri, tanpa tergantung sama pihak lain termasuk pemerintah.

Dengan kemandirian ini, ia tak pernah merasa kekurangan. Meski harus memikirkan keberlangsungan hidup anak didiknya sendirian tanpa bantuan dari pemerintah terkait, ia tetap merasa bahagia dan bangga bisa memahami dan mengurus anak-anak yang kadang dipandang sebelah mata oleh orang lain.

Berawal dari membuat sebuah blog yang berisi profil, visi misi, serta proses normalisasi akhirnya sekolah ini dikenal oleh beberapa orang. “Mungkin karena orang tua mereka searching di internet tentang terapi anak autis dan saling bertukar informasi, akhirnya banyak yang datang kesini mendaftarkan anaknya,” ujar Alam.

Bunda bening mengatakan bahwa anak-anak autistik kebanyakan disembunyiin sama orangtuanya. Tapi sekarang ceritanya sudah berbeda, karena para orangtua anak autis semakin terbuka.”Alhamdulillah kesadaran orang tua mereka sudah tinggi, sudah menyadari bahwa anak mereka juga memiliki hak yang sama dengan yang lainnya,” kata Bunda Bening.

Mendirikan sebuah yayasan untuk terapi penyandang autis memang keinginan Bunda Bening sejak dulu. Latar belakang pendidikan S1 Pendidikan Agama Islam tak membuatnya putus harapan untuk mewujudkan keinginannya tersebut. Sebisa mungkin ia berusaha memanage keuangan dengan baik, demi mendatangkan terapis-terapis yang sudah berkompeten di bidangnya.

Kampung Ramah Autis

Mimpi terbesar bunda bening saat ini adalah memiliki sebuah kampung khusus untuk anak-anak autistik. Disana mereka berinteraksi dengan alam bebas serta lingkungan yang masih asli. Dan jika mimpi itu terwujud, kampung tersebut akan diberi nama “Kampung Ramah Autis”.

Saat ini bunda bening tengah menyicil sebuah tanah seluas 1 Hektare yang berisi vila di Jampang Tengah, Sukabumi. Menurutnya, suasana vila yang berada di pegunungan, serta diapit oleh hamparan pesawahan dan perkebunan membuat ia tertarik hatinya untuk pindah kesana.

Ia yakin bahwa suatu saat anak-anak autistik dan keluarganya bisa hidup di kampung ramah autis tersebut. “Mereka bisa berkreasi, menghasilkan mahakarya luar biasa yang akan menghidupi mereka kelak,” katanya.

Letaknya yang berada didekat sumber mata air membuat Bunda Bening merasa bahwa disana segalanya akan menjadi milik anak autistik.”Hembusan angin milik kita, air milik kita, sungai milik kita, dan hamparan tanah yang luas juga akan menjadi milik kita,” ujar Bunda Bening.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa suatu saat nanti anak-anak autistik yang diasuh olehnya akan sukses di kampung ramah autis tersebut. Keyakinan tersebut diperkuat dengan dukungan para orangtua anak-anak. Menurutnya, 98 persen orangtua anak mendukung niatnya untuk pindah ke Jampang dan membangun perkampungan khusus untuk anak autis.

Bunda Bening yakin bahwa setiap anak memiliki potensi yang sama, termasuk anak-anak autistik yang diterapi olehnya. Karena itulah dengan doa serta usaha berupa terapi yang berulang-ulang, ia yakin semua anak penyandang autis bisa normal dengan perlahan.

Menyinggung soal tindakan dari pemerintah, ia mengatakan bahwa pemerintah Indonesia berkewajiban melindungi anak Indonesia. Hal ini tercermin dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 44. Demikian pula pada UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 133 dan 139, yang mengamanahkan upaya perlindungan dan peningkatan kesehatan bagi anak dengan disabilitas atau anak berkebutuhan khusus (ABK) termasuk anak autisme.

“Jika pemerintah tak mampu menangani anak-anak autistik di Indonesia, kelak Bunda siap menampung anak-anak tersebut di kampung ramah autis,” kata Bunda Bening dengan nada yang penuh semangat.

Sebakul Nasi Singkong, Identitas Masyarakat Adat Cireundeu



Sejak 1924, hampir semua masyarakat kampung yang bernama Cireundeu ini mengkonsumsi singkong. Tak aneh apabila orang yang berkunjung kesana menyebut Cireundeu sebagai kampung singkong atau kampung ketela.

Selain terdapat sebuah patung singkong di dekat gerbang masuk, kampung yang disebut-sebut sebagai kampung adat ini juga dikelilingi oleh perkebunan singkong yang luasnya mencapai 20 Ha. Karena hal itulah, singkong menjadi sebuah ciri khas kampung yang terletak di Cimahi Selatan ini.
Saat orang-orang di kampung lain mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok, masyarakat adat kampung ini justru menjadikan singkong sebagai makanan pokok. Singkong yang diolah seperti nasi beras ini mereka sebut dengan nasi singkong.

Bagi masyarakat adat Cireundeu, nasi singkong tak ada bedanya dengan nasi beras. Sebagai hasil olahan dari rasi (beras singkong), nasi singkong mereka makan dengan lauk pauk ataupun sayuran-sayuran seperti halnya orang-orang yang makan nasi beras.

Menurut Asep Wardiman (47) dipercaya sebagai panitren di kampung ini, tak ada aturan yang mengikat untuk masyarakat adat yang hidup di tanah Cireundeu untuk makan nasi singkong. Tapi, mereka hidup dengan penuh kesadaran akan adat serta budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang. “Karena kesadaran akan budaya itulah, dengan sendirinya mereka terbiasa mengikuti aturan-aturan yang diwariskan oleh nenek moyang,” kata Asep.

Bagi mereka, nasi singkong justru memiliki kekuatan yang lebih dengan porsi makan yang sedikit. “Sedikit juga bisa mengenyangkan perut, dan kekuatan karbohidratnya lebih tahan lama di tubuh,” Tambah Asep.
Demi menjaga kebiasaan yang turun temurun itu, apabila bepergian ke luar daerah, mereka selalu membawa bekal rasi. Abah Asep yang merupakan pemilik perusahaan pengeboran CB Purnama Tekhnik mengaku bahwa ia dan keluarga belum pernah merasakan gimana rasanya nasi dari beras. Setiap bepergian ke luar kota, ia selalu dibekali rasi oleh isterinya.

Selain itu, para nonoman yang kuliah dan hidup ngekost di perkotaan, setiap mudik mereka tak akan pernah lupa untuk membawa rasi sebagai bekal. “Karena rasi pengolahannya hampir sama dengan beras yag ditanak menjadi nasi, setiap pulang sudah pasti saya membawa rasi untuk bekal di kostan,” ujar Dewi Lismiati (29) yang kuliah di Universitas Pasundan.

Pembauran Hidup Nyunda dan Modern

Jika sebagian masyarakat adat di kampung adat lainnya tertutup dengan perkembangan teknologi komunikasi, Cireundeu justru memiliki paradigma yang berbeda. Masyarakatnya memiliki prinsip Ngindung ka waktu, mibapa  ka zaman dalam artian tetap mengikuti arus perkembangan zaman, khususnya perihal teknologi dan komunikasi.

Mereka sudah menggunakan handphone, televisi, kendaraan, bahkan rumahnya sudah permanen. Hal tersebut tak menjadi penghalang mereka untuk mempertahankan kearifan lokal, karena mereka sadar bahwa komunikasi serta informasi sangat penting bagi semua orang. “Kami tetap mengikuti perkembangan zaman dengan catatan tidak lupa akan budaya sendiri,” tambah abah Asep.

Sebuah bangunan Sekolah Dasar yang berdiri di antara kebun singkong dan rumah warga membuktikan bahwa masyarakat Cireundeu juga peduli akan pendidikan. Mereka tak mau anak cucunya tertinggal di ranah pendidikan. “Minimal anak cucu kami bisa tamat pendidikannya di Sekolah Dasar,” ujar Abah Emen.
Abah Emen (75) adalah sesepuh di kampung adat Cireundeu. Ia sangat peduli akan pendidikan anak-anak di lingkungan masyarakat adat karena beberapa tahun yang lalu ia pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah.

Disebuah tempat sentral yang disebut bale saresehan, terdapat beberapa gamelan sunda yang digunakan untuk berinstrumen musik sunda oleh para nonoman (pemuda). Kreatifitas-kreatifitas para nonoman Cireundeu dalam hal memainkan alat musik sunda kadang diperlihatkan kepada para pengunjung.
“Kami akan berusaha ngamumule seni sunda karena jika bukan kita sebagai warga Sunda, siapa lagi yang akan menjaganya,” ujar Mira Sukma (37) yang akrab dipanggil Kang Going.

Di sekitar bale saresehan juga, ada sebuah prinsip hidup yang diterapkan oleh nenek moyang mereka. Prinsip hidup tersebut ditulis disebuah kayu hitam berbentuk papan tulis, tepat di saung pinggir bale saresehan. Menurut Going, tulisan tersebut menjadi salah satu daya tarik para pengunjung untuk bertanya lebih dalam soal Cireundeu.

Derry Afriansyah (19) seorang mahasiswa Unikom yang sedang berkunjung ke Cireundeu mengaku bahwa dia sangat bangga terhadap prinsip hidup, adat, serta budaya yang sangat melekat di kampung ini. “Masih terasa sekali kekentalan budaya di kampung ini, dan saya sangat bangga akan hal itu,” ujar Derry, Minggu (1/6).

“Teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu asal bisa dahar, teu dahar asal kuat”
Prinsip hidup masyarakat adat Cireundeu tersebut menjadi salah satu bukti bahwa mereka tak tergantung pada ketersediaan beras dari dulu. Bagi mereka, tidak punya padi asal punya beras, tidak punya beras asal bisa masak nasi, tidak masak nasi pun asal bisa makan, dan meskipun tidak makan asalkan kuat.

Sebenarnya, tahun 1918 masyarakat adat Cireundeu pernah menyimpan beras, karena nenek moyang mereka pun tak mengharamkan anak cucunya untuk menyimpan atau mengkonsumsi beras. Namun, sebelum mereka memilih nasi singkong sebagai makanan pokok, mereka mencoba mengkonsumsi jagung, ubi, singkong, dan kacang-kacangan hingga  1924.

Abah Widi (54) selaku ais pangampi  di Kampung adat ini mengatakan bahwa manusia sebenarnya bisa hidup tanpa tergantung sama nasi beras. “Dan akhirnya setelah para leluhur mencoba makanan-makanan tersebut, mereka memilih singkong sebagai makanan pokok untuk keberlangsungan hidup anak cucunya mendatang,” ujar Abah Widi.

Berbicara soal gaya hidup masyarakat adat yang nyunda, ternyata keyakinan yang dianut oleh mereka pun ada hubungannya dengan sunda klasik. Masyarakat  Cireundeu menganut kepercayaan sunda wiwitan yang telah diterapkan para pendahulu mereka. Mereka yakin bahwa sunda wiwitan adalah kepercayaan yang lahir pertama kalinya di tanah sunda.

Meskipun mereka memiliki cara yang berbeda dalam hal beribadah, tapi mereka yakin bahwa mereka tak akan keluar dari apa yang telah digariskan Tuhan. “Sunda wiwitan bagi kami adalah kepercayaan orang sunda asli, dan meskipun kepercayaan kami berbeda dengan orang lain, kami tak akan keluar dari apa yang telah ditakdirkan oleh Tuhan,” kata Abah Asep.

Masyarakat adat Cireundeu memiliki hari raya besar seperti halnya Islam dengan idul fitrinya. 1 Syura yang diambil dari penanggalan sunda, dijadikan sebagai hari besar bagi mereka. Di hari tersebut, mereka meluapkan rasa syukur terhadap limpahan rezeki yang diberikan Tuhan dengan cara pesta rakyat.

1 Syura juga dijadikan ajang sebagai silaturahmi dengan kampung adat lainnya. Mereka mengundang masyarakat adat kampung Naga, Baduy, Ciptagelar, serta yang lainnya. Selain itu, pemerintah setempat juga selalu menghadiri hari besar tersebut. “Para tamu undangan bisa menikmati makanan-makanan sebagai hasil dari perkebunan kami,” tambah Abah Asep.

Seperti halnya kampung Naga di Tasikmalaya, Cireundeu juga memiliki kepengurusan adat yang turun temurun. Ada tiga orang yang dijadikan panutan di kampung ini, yaitu Abah Emen sebagai sesepuh, Abah Widi sebagai ais pangampi, dan Abah Asep sebagai panitren.

Menjaga Ketahanan Pangan

Kampung Cireundeu terletak di Kota Cimahi, RW 10 Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan Jawa Barat. Dengan luas pemukiman 4 Ha, kampung yang disebut sebagai kampung singkong ini dihuni oleh 330 orang dari 70 kepala keluarga.

Dengan luas hutan 60 Ha, nenek moyang mereka membagi hutan tersebut ke dalam tiga kategori. Ketiga hutan itu yaitu, hutan larangan yang digunakan untuk konservasi resapan air, hutan baladahan untuk bercocok tanam dan hutan tutupan yang diyakini sebagai hutan cadangan air dan cadangan untuk bercocok tanam.

Selama ketiga hutan tersebut terjaga dengan baik, Abah Asep mengatakan bahwa masyarakat adat Cireundeu tidak akan kekurangan air sebagai sumber kehidupan maupun singkong sebagai sumber pangan bagi mereka.

Abah Asep menambahkan, dalam hal bercocok tanam pun mereka tidak sembarangan. Mereka tetap menjaga serta mengikuti aturan-aturan nenek moyang. “Kami akan selalu menjaga adat serta budaya berharga yang telah diwariskan oleh para leluhur, termasuk bertahan hidup tanpa nasi,” kata Asep.

Selain terikat oleh adat dan budayanya, ternyata lokasi kampung Cireundeu yang berada di pegunungan juga
menjadi sebuah alasan mereka tak mencoba pindah langkah untuk menanam padi dan mengkonsumsi nasi beras. “Kami sadar bahwa kami tinggal di pegunungan dan tidak cocok menanam padi, sehingga kami akan tetap bertahan menjaga swasembada singkong,” tambah Asep.

Kang Going mengatakan bahwa dengan luas hutan baladahan yang mencapai 20 Ha, masyarakat Cireundeu bisa mempertahankan hidup dalam jangka waktu yang panjang  tanpa tergantung sama bantuan dari pemerintah. “Tanpa bantuan dari pemerintah, kami bisa bertahan hidup dengan 20 Ha kebun singkong itu,” ujar Going.

Saat ini, Cireundeu dikenal sebagai kampung yang berhasil menjaga ketahanan pangan. Mereka tak pernah kekurangan singkong, berbeda dengan petani-petani padi yang terkadang mengalami gagal panen hingga akhirnya harus membeli beras.

Dengan menjaga ketahanan pangan, mereka tak pernah merasa kekurangan bahkan tak pernah mengalami krisis pangan. Stok singkong yang mereka simpan,  bisa menghasilkan makanan-makanan yang berbahan baku singkong seperti keripik bawang, eggroll, kembang goyang, sistick, dan yang membuat pengunjung tertarik yaitu dendeng kulit singkong.

Tepat di tahun 2005 saat terjadi longsor di TPA Leuwigajah, Cireundeu mulai dilirik sebagai kampung wisata budaya oleh segelintir orang. “Saat longsor TPA Leuwigajah terjadi, banyak orang yang singgah ke kampung ini, termasuk Pak Jusuf Kalla,” Ujar Abah Asep.

Setelah terjadi peristiwa TPA Leuwigajah, banyak mahasiswa yang melakukan observasi maupun Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kampung Cireundeu. Fadli yang sedang kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia mengatakan bahwa ia berkunjung ke Cireundeu karena tertarik dengan kearifan lokalnya. “Sebelum observasi ke kampung adat Cireundeu, saya dan teman-teman membaca sekilas informasi-informasi di internet, hingga akhirnya tertarik dengan nilai budayanya,” ujar Fadli.

Dengan mempertahankan ketahanan pangan juga, secara otomatis masyarakat adat Cireundeu juga telah menjaga swasembada singkong. Prinsip-prinsip hidup mereka dinilai menarik oleh para pengunjung yang menyaksikan kehidupan mereka secara langsung.

Karena ketahanan pangannya, Menteri Pertanian Republik Indonesia memberikan piagam penghargaan ketahanan pangan pada tahun 2008. “Selain piagam dari pak menteri pertanian, di bale saresehan juga terdapat piagam-piagam penghargaan lainnya yang diberikan oleh pemerintah maupun mahasiswa-mahasiswa yang berkunjung kesini,” Kata Asep.
“Semua penghargaan itu tak lain karena sebakul rasi yang menjadi identitas masyarakat adat Cireundeu, dan kami bangga akan hal itu,” tambah sAsep.

Jumat, 28 Maret 2014

ROL, Situs Berita Agamis

Semua catatan seorang jurnalis maupun calonMedia online hadir ditengah zaman yang serba modern, pasca teknologi komunikasi mulai merajai dunia. Tentunya hal itu memudahkan masyarakat untuk mengetahui info terkini yang disajikan secara aktual oleh situs-situs berita online yang mulai banyak.

Salah satu situs berita online yang hadir ditengah era globalisasi saat ini adalah ROL  (Republika Online) dengan sajian berita yang tentunya bermanfaat bagi semua orang, apalagi umat islam. Kenapa demikian? Iya karena ROL adalah salah satu situs warta digital yang agamis, berbau islam, seperti halnya surat kabar harian umum Republika.

ROL hadir sejak 17 Agustus 1995, dua tahun setelah Harian Republika terbit. ROL merupakan portal berita yang menyajikan informasi secara teks, audio, dan video, yang terbentuk berdasakan teknologi hipermedia dan hiperteks.

Dengan kemajuan informasi dan perkembangan sosial media, ROL kini hadir dengan berbagai fitur baru yang merupakan percampuran komunikasi media digital. Informasi yang disampaikan diperbarui secara berkelanjutan yang terangkum dalam sejumlah kanal, menjadikannya sebuah portal berita yang bisa dipercaya. Saat ini ROL juga hadir dalam bahasa inggris.

Menu-menu yang disajikan ROL untuk para pesinggah di situsnya yaitu Home, Index, Nasional, Internasional, Khazanah, Gaya Hidup, Sepakbola, Otomotif, Trendtek, Humaira, Senggang, Ekonomi, Video, Olahraga, Konsultas,i Kolom, Pendidikan, Properti, ROL To School, ROL To Campus, Komunitas, dan English Version.

Alamat redaksi ROL yaitu di Graha Pejaten No 5E-F Jalan Raya Pejaten Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. ROL tercipta sebagai sebuah website yang dinamis, interaktif dan hidup yang bisa mengajak pengunjung berkomunikasi secara langsung.

Kelebihan dari website ini diantaranya :

1.    Merangkum informasi yang berhubungan dengan dunia pendidikan
2.    Terdapat iklan-iklan yang menarik dan bermanfaat.
3.    Isi konten bermanfaat dan memberikan informasi yang uptodate. Tidak hanya memberikan informasi-informasi nasional saja tetapi juga informasi internasional.
4.    Koneksi pengaksesnya cepat.
5.    Layout website mudah dipelajari penggunaannya oleh pengunjung, mudah diingat dan digunakan navigasinya oleh pengunjung.
6.    Secara keseluruhan situs pendidikan ini memang sudah lengkap, informasi apapun tentang pendidikan semua tertuang dalam situs ini. Website republika juga menyediakan forum umum untuk bagi pengunjung website ini.

Adapun kelemahannya yaitu :

1.    Tampilannya kurang rapi dan kurang tertata dengan baik
2.    Lebih mengedepankan update informasi seputar dunia politik, olahraga, seni budaya dan lain-lain. Sedangkan info aktual mengenai dunia pendidikan sedikit terbengkalai.
3.    Pemilihan desain grafis, layout, warna, bentuk maupun typografi kurang menarik visual pengunjung untuk menjelajahi website ini.

Journalist? Let's Blogging

Jurnalistik adalah proses mencari, mengumpulkan, mengolah, dan meyebarluaskan informasi lewat media massa, baik cetak, elektronik, maupun online.  Dalam era yang serba modern saat ini dengan perkembangan teknologi dan komunikasi yang mutakhir dan meluas, media online seakan merajai segalanya. Hampir setiap orang mengakses informasi lewat media online setiap hari.

Kehadiran media online memunculkan “generasi baru” jurnalistik, yakni jurnalistik online. (Asep Syamsul M. Romli : 2012). Karena hal itu, seorang jurnalis dituntut untuk memahami kaidah-kaidah penulisan jurnalistik online (online journalism) yang biasa dipublikasikan lewat blog.

Blog adalah kumpulan tulisan-tulisan, gambar, dan link yang dimuat sebagai posting pada sebuah halaman web umum seperti blogspot, wordpress, dan yang lainnya. Biasanya, situs web umum diakses oleh semua pengguna internet sesuai dengan topik dan tujuan pengguna blog tersebut.

Semua catatan seorang jurnalis maupun calon jurnalis alangkah baiknya dituangkan dalam sebuah blog. Apalagi calon jurnalis yang belum sepenuhnya mencintai dunia tulis menulis, blogging adalah langkah awal yang sangat pas untuk belajar mencintai tulisan.

Saat ini, blogging seakan-akan menjadi sebuah kewajiban bagi seorang jurnalis. Wartawan foto, wartawan tulis, wartawan televisi maupun wartawan radio harus menguasai jurnalistik online di era modern ini. Mari berkarya lewat blog!